Minggu, 08 Mei 2016

Saring Sebelum Sharing: Adab Bermedia Sosial dalam Pandangan Islam


Media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Youtube, WhatsApps, Instagram dengan fitur-fitur like, share-feed, tweet-retweet, upload-download, path-repath, selfie-regram,post-repost telah menjadi kosakata modern yang akrab dengan keseharian masyarakat Indonesia hampir satu dekade terakhir. Sayangnya, euforia click aktivism menunjukkan potret masyarakat pada dua kondisi. Pertama, mereka yang mampu mengakses dan berbagi informasi secara fungsional, semakin berpengetahuan, semakin berdaya, dan memiliki peluang dalam banyak hal berkat teknologi informasi-komunikasi. Golongankedua adalah mereka yang gagap teknologi, hanya mengikuti tren, menjadi sasaran empuk pasar teknologi, dan terus berkutat dengan cerita dan keluhan dampak negatif teknologi terhadap kehidupan sehari-hari.
Melihat dua sisi tersebut apakah lantas perlu mengisolasi diri dan bersikap antimedia-sosial? Meskipun tetap merupakan pilihan logis, kehadiran media sosial adalah keniscayaan sebagai konsekuensi pergaulan global. Argumentasi kaidah usul fikih “menghindari kerusakan lebih utama daripada mendatangkan kebaikan” (dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashaalih) kurang relevan untuk melihat potensi dan ancaman media sosial hanya vis a vis dari satu sisi. Di sinilah literasi teknologi memiliki peran penting sehingga umat Islam dapat menggunakan media sosial secara proporsional. Pengguna yang literasinya cukup akan memiliki kesadaran, kendali, dan batasan yang jelas dalam menggunakan teknologi. Tidak sekadar mengikuti tren, yang penting update, bersikap reaksioner, dan ikut dalam arena perdebatan yang tidak bermanfaatbahkan seringkali andil menyebarluaskan informasi palsu (hoax). Akibatnya, informasi simpang siur bertebaran lewat pesan singkat, foto-gambar meme, thread, situs berita abal-abal, blog, termasuk kolom komentar.
Laporan penelitian Brendan Nyhan and Jason Reifler (2012) berjudul Misinformation and Fact-checking: Research Findings From Social Science menyimpulkan, ketika dihadapkan pada berita dan informasi yang bertolak belakang dengan keyakinan, seseorang cenderung akan menolak meskipun berita-berita tersebut menunjukkan data dan fakta yang relatif lengkap. Sebaliknya, terutama di media sosial, seseorang lebih suka mencari, membaca, dan menyebarkan berita yang sesuai dengan apa yang ia yakini meski berita itu belum jelas kebenarannya. Jika kemudian terbukti keliru dan menyadari sudah menyebarkan informasi salah, ia menganggapnya sebagai masalah kecil, bahkan seringkali tidak dianggap sebagai kesalahan. Ketika dipertanyakan motifnya, ia akan menyalahkan media lain yang dikutip sebagai sumber tidak valid dan ujung-ujungnya menyalahkan wartawan atau penulis aslinya.
Kondisi ini jelas memperlihatkan salah kaprah di kalangan masyarakat. Penyebaran berita yang simpang siur dianggap hanya menjadi tanggung jawab jurnalis atau penulis aslinya. Di era digital yang memungkinkan duplikasi dan penyebaran informasi dengan cara yang sangat mudah, publik juga terikat kode etik penyebaran berita. Dalam 10 Elemen Jurnalisme yang berisi panduan etika universal bagi pelaku penyampai berita di seluruh dunia, pada poin 10 disebutkan, “Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang terkait dengan berita”. Elemen ke-10 ini ditambahkan karena perkembangan teknologi informasi khususnya internet yang semakin massif dengan fitur-fitur interaktif. Dalam kaitan ini, masyarakat dilihat bukan lagi sekadar konsumen pasif media, namun prosumen: produsen sekaligus konsumen informasi, khususnya dalam membuat status-share, tweet-retweet, path-repath, termasuk kemampuan menyebarluaskan berita hanya dengan menekan satu tombol.
Sekalipun banyak orang bilang internet adalah dunia tanpa batas, namun seperti halnya interaksi dalam dunia nyata, saat bersinggungan dengan orang lain maka sudah pasti ada aturan formal ataupun etika yang harus dipatuhi. Di dunia maya, seseorang tidak bisa bebas bertindak tanpa peduli kepentingan orang lain. Dalam kaitan ini, di luar hukum formal, terdapat panduan khusus yang dikenal sebagai “netiket”, singkatan dari “internet etiket”. Netiket atau Nettiquette adalah penerapan praktis prinsip-prinsip etika dalam berkomunikasi menggunakan internet. Netiket diterapkan pada one to one communications dan one to many communications.
Bagaimana Islam menyikapi fenomena ini? Ilmu ahlak mengatur dimensi-dimensi kehidupan sehari-hari sebagaimana konsep etika. Etika (ethic) berbicara tentang baik-buruk yang bersumber pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan sehingga dikenal ada etika Barat, etika Timur dan sebagainya. Sementara akhlakul karimah tidak mengenal konsep regional. Konsep baik buruk dalam akhlak bertumpu pada wahyu, meskipun akal juga mempunyai kontribusi dalam menentukannya. Praktik etiket dalam bahasa Arab disebut adab atau tata krama yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Dalam ranah praktis berteknologi, penyampai informasi juga dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan etis sebagaimana dituntunkan dalam Al-Qur’an. Ini tercermin dalam berbagai bentuk ahlakul karimah yang kontekstual dalam menggunakan dan media sosial, antara lain:
(1). Menyampaikan informasi dengan benar, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta (QS. Al-Hajj: 30). Menahan diri menyebarluaskan informasi tertentu di media sosial yang fakta atau kebenarannya sendiri belum diketahui.
(2). Bijaksana, memberi nasihat yang baik, serta argumentasi yang jelas, terstruktur, dan baik pula (QS. An-Nahl: 125). Karakter, pola pikir, kadar pemahaman orang lain dalam jejaring pertemanan di media sosial umumnya beragam sehingga informasi yang disampaikan harus mudah dibaca dan dicerna, dengan tata-bahasa yang baik dan jelas.
(3). Meneliti fakta/cek-ricek. Untuk mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan baku informasi yang akan disampaikan, seorang muslim hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran fakta dengan informasi awal yang ia peroleh agar tidak terjadi kidzb,ghibah, fitnah dan namimah (QS. Al-Hujarat: 6). Ketidakhati-hatian dalam menyebutkan dan memberi atribusi kepada pihak tertentu yang tersebar ke ranah publik bisa berakibat pencemaran nama baik sebagaimana larangan dalam UU ITE.
(4). Tidak mengolok-olok, mencaci-maki, atau melakukan tindakan penghinaan sehingga menumbuhkan kebencian (QS. Al-Hujarat: 11). Karakteristik dunia maya yang cair dan sangat bebas, memungkinkan melakukan tindakan-tindakan negatif kepada pihak lain dengan modus tanpa indetitas (anonim) sehingga memicu provokasi dan adu domba (flamming dan trollling), untuk itu pengguna media sosial perlu menjaga kehati-hatian dalam bertutur kata dalam bentuk verbal dan nonverbal.
(5). Menghindari prasangka/su’udzon (Al-Hujarat: 12). Dalam bahasa hukum, penyampai informasi melalui media sosial hendaknya memegang teguh “asas praduga tak bersalah”. Prasangka dan stereotip tidak berdasar membahayakan karena memicu bullying dan pembunuhan karakter.
(6). Hindari berlebihan bercerita, mengeluh, berdoa di media sosial. Rasulullah SAW bersabda: ”Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan (aibnya sendiri). Sesungguhnya diantara perbuatan menceritakan aib sendiri adalah seorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah swt kemudian di pagi harinya dia sendiri membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Jika dalam keseharian kita mengenal ungkapan “mulutmu adalah harimaumu, atau jika diterapkan dalam dunia media sosial, “statusmu adalah harimaumu”, maka Islam telah memperingatkan tentang pertanggungjawaban atas segala hal, “Tidak ada satu kata yang diucapkannya, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)(QS. Qâf:18). Sebaliknya, dengan menyaring setiap informasi yang diterima dan akan disebarluaskan, media sosial bisa digunakan secara strategis sebagai sarana dakwah di tengah gersangnya kahazanah ilmu dan informasi yang seimbang tentang Islam.

Muslimah, STOP Meng-upload Photo ke Media Online..!!

















Ini tidak dikatakan dalam Islam bahwa perempuan tidak boleh meng-upload photo di media online. Memang dalam Islam ada perbedaan pendapat tentang larangan penggunaan gambar, tetapi saat ini kita tidak bisa sepenuhnya menghindari, karena untuk kepentingan resmi (seperti pembuatan kartu identitas), kita membutuhkannya. Setelah mengetahui dan menyaksikan banyak hal yang terjadi di internet , saya berpikir bahwa perempuan sebaiknya menghindari meng-upload photo maupun video di media online..

Saya tahu banyak muslimah yang belum mengetahui tentang hal ini dan meng-upload photo mereka ke media online. Himbauan ini tidak hanya untuk para muslimah, ini adalah untuk semua wanita. Saya tahu bahwa banyak muslimah yang tidak memandang hal ini sebagai masalah serius, untuk itu saya harapkan kepada para muslimah untuk memberi perhatian khusus tentang masalah ini. saya tahu akan banyak muslimah yang mengabaikan ini, tetapi saya berharap Anda dapat memahami pentingnya masalah ini. Saya menggunakan beberapa perkataan yang keras karena ingin Anda percaya, inilah kebenarannya.. Saya mohon maaf jika ini adalah sebuah kesalahan.

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)

Apakah Allah SWT.  memerintahkan kita untuk menyembunyikan diri secara fisik tetapi boleh menampilkan keindahanmu melalui photo? Bukankah itu sia-sia?

Wahai saudari muslimah yang ku kasihi, kau berkata mencintai Allah SWT., tetapi ketika datang perintahNYA kau tak mengindahkannya? Cobalah lihat dan temukan kembali perintah itu dalam firmanNYA (AL-QUR'AN)..
QS. Al-A’raf: 26, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
QS. AL-Ahzab: 33, “Dan hendaklah engkau tetap di rumahmu dan janganlah berhias serta bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dulu.”
QS. An-Nuur: 31, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Dalam QS. Al-Ahzab: 36 pun, sudah jelas dikatakan bahwa, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.”

Saya meminta Anda untuk menghapus photo karena:
1. Itu adalah perintah Allah SWT.
2. Penggunaan photo Anda adalah benar2 sangat buruk (akan banyak fitnah yang ditimbulkan)
Tolong, ambil perhatian tentang masalah ini...!!!!

Saat ini, banyak photo wanita yang digunakan sebagai:
1. Prostitusi/ gadis panggilan
2. Untuk mempromosikan website
3. Digunakan untuk iklan situs dewasa

Ini sedikit bukti yang saya temukan :
http://islamgreatreligion.files.wordpress.com/2008/12/add.jpg
http://islamgreatreligion.files.wordpress.com/2009/11/girl7.jpg
http://islamgreatreligion.files.wordpress.com/2009/11/girl6.jpg
http://islamgreatreligion.files.wordpress.com/2009/11/girl-1.jpg
(Copy link diatas ke tab baru)

Saya yakin gadis-gadis itu bukanlah (maaf) pelacur, tetapi mereka terdaftar disana. Bahkan yang berhijab pun tak aman.. Tidak sedikit website yang mengedit photo wanita telanjang dengan menempatkan wajah muslimah. Dan mereka akan memberi label sebagai "pelacur muslim", "pelacur berhijab", dll.. Pertanyaan sekarang, apakah Anda ingin photo Anda terpampang sebagai wanita pelacur disana? Apakah Anda ingin ada banyak pasang mata yang memperhatikan tubuh Anda dengan pandangan nafsu? Berpikirlah bahwa itu akan membawa dampak yang buruk, wahai muslimah..
Ketahuilah bahwa setiap bagian tubuh wanita dapat menggoda lelaki. Jika mereka (lelaki) berpikir "Wow, kamu cantik", "bibirmu indah" "matamu memancarkan damai" dll.. SELAMAT, Anda telah memperoleh DOSA!!

Ada banyak website yang menggunakan photo wanita untuk mendapatkan uang. Ya, mereka meng-upload photo Anda dan menambahkannya diberbagai pages. Users melihat photo Anda dan mereka mendapatkan uang. Jadi kembalilah berpikir sebelum men-upload photo pribadi Anda ke internet demi alasan keamanan. Sekarang bayangkan ada berapa banyak gadis yang mendapatkan kejadian buruk?  Dan ingatlah bahwa photo yang telah kita upload ke internet bukanlah mutlak milik kita. Siapapun boleh mengambil dan menggunakannya atau bahkan mengaku photo itu sebagai dirinya.. (Ada beberapa teman fb saya yang mengalaminya)..

Ingatlah bahwa menunjukkan kecantikan (tabarruj) adalah salah satu perbuatan dosa. Bahkan jika seorang wanita keluar rumahnya dengan menggunakan parfum dan lelaki dapat mencium wangi parfumnya, wanita tersebut seperti seorang pezina.. Nauzubillah tsumma nauzubillah... Tak ada yang bisa menyelamatkan kita dari dosa selain dari diri kita sendiri.. Jadi, STOP menampilkan kecantikan diri pada yang bukan hak..!! Ini bukan hanya pada facebook tetapi juga pada media online yang Anda telah meng-upload photo..

Islam sangat mengagungkan wanita. Pahamilah betapa berharganya diri Anda. Sesuatu yang berharga sudah pasti tertutup dan sulit untuk mendapatkannya.. Seperti halnya berlian dan mutiara. Ia terletak jauh dan terlindungi.. Tetapi muslimah jauh lebih berharga dari berlian dan mutiara. Bukankah kita tahu bahwa seindah-indah perhiasan dunia ialah wanita sholehah? Hijab bukan hanya melindungi fisik dengan selembar kain, bukanlah hijab fisik belaka tetapi hijab dalam segala hal, yaitu menyembunyikan kecantikan dari yang bukan hak.

I Pray that May Allah guide sisters on right path,May Allah protect sisters from evils and there evil acts. Aamiin....