Minggu, 11 Oktober 2015

Kujang


Secara umum kujang dikenal sebagai senjata dan pusaka orang Sunda yang berasal dari Jawa Barat. Kujang memiliki dua sisi ketajaman, perupaannya tidak simetris, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene- yaitu guratan-guratan (menyerupai) ukiran logam pada bilahnya).
Berdasarkan bukti artefak yang ada, kujang dalam bentuk awal telah digunakan sejak abad ke-9, akan tetapi besar kemungkinan bahwa kujang telah ada sebelum masa tersebut.
Kujang mempunyai latar belakang sejarah yang panjang, hal ini dinyatakan secara teoritis dimana jumlah lubang 1 pada bilah kujang adalah letak kota praja disebut Sunda tahun 670 M saat Tarumanegara dipimpin Maharaja Purnawarman (mengacu kujang sebagai peta).
Dan pada jaman Pajajaran Mangukuhan kujang menjadi sebuah pusaka lambang pemersatu antaraSundapura dan Galuh melalui Perjanjian Galuh pada tahun 739 M.
Bukti Keberadaan Kujang tertulis dalam Kitab Siksa Kanda Ng Karesian abad 15-16 M, “Ganggaman Sang Wong Tani ma, Kujang, Baliung, Patik, Kored…….“. Namun pernyataan tertulis tersebut tidak disertai ilustrasi (berupa gambar) jenis kujang mana yang di maksud. Tidak ada penjelasan terinci perihal kujang tersebut.
Pada umumnya sebuah pernyataan tertulis dalam kitab bukan merupakan petunjuk teknis (manual book) atau tidak seluruhnya menerangkan arti sebenarnya (harfiah), akan tetapi didalamnya tersirat makna yang dalam dan lebih luas. Pernyataan tertulis tersebut harus ditafsirkan secara holistik atau menyeluruh.
Karakteristik bahasanya lebih sastrawi tidak prosais. Pernyataan bahwa kujang diterjemahkan menjadi perkakas pertanian dalam bahasa Indonesia sangat berlainan makna dengan pernyataan dalam kitab tersebut. Apabila mengacu pada latar belakang sejarah penciptaannya, maka keberadaan Kujang jauh lebih tua dari keberadaan provinsi Jawa Barat.
Istilah "Kujang" lebih populer di Jawa Barat, sementara di wilayah Jawa Tengah dan Timur lebih dikenal dengan istilah "Calok Trantang", "Kudi" dan "Cangak". Penamaan "Kujang" hanya terbatas pada kategori atau klasifikasi kujang "Ciung", "Kuntul", dan beberapa jenis kujang lainnya.
Sebaliknya "Kudi" perkakas yang lebih populer di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dikategorikan ke dalam "Kujang Pamangkas" oleh beberapa pemerhati kujang di Jawa Barat. Fenomena perbedaan penamaan dan klasifikasi kujang berdasar pada tafsiran para pecinta, peneliti dan daerah di mana kujang tersebut ditemukan.
Kujang dengan berbagai cerita, legenda heroik dan magisnya masih tetap eksis sampai sekarang. Meski demikian, kujang dalam perkembangannya saat ini sangat diminati bukan sekedar karena kesaktian atau harapan dari pemiliknya untuk mendapatkan “sesuatu”, tetapi lebih pada nilai estetika dari bentuk fisik dan kelangkaan dari kujang tersebut.
Para pemilik yang menyimpan kujang di beberapa daerah di Jawa Barat mempunyai motivasi untuk menghormati warisan leluhur dan bentuk penguatan karakter sebagai orang Sunda.
Selain dari motivasi tersebut ada pula yang memburunya sebagai syarat untuk kepentingan dan maksud pribadi yang bersifat sangat khusus. Salah satu nilai kujang terletak pada tingkat kelangkaannya, berdasarkan fakta di lapangan banyak dari artefak kujang yang sudah di koleksi para kolektor tosan aji atau wesi aji di luar negeri.
Fenomena tersebut merupakan indikasi bahwa kujang merupakan jenis tosan aji atau wesi aji yang sulit di cari, bila dibandingkan dengan jenis tosan aji atau wesi aji lainnya seperti keris, golok, pedang tombak dan jenis belati. Penelusuran keberadaan kujang menjadi salah satu alternatif terbaik dalam upaya menyelamatkan dan mengungkap berbagai perupaan kujang yang masih menjadi misteri..

0 komentar:

Posting Komentar