Jumat, 23 September 2016

Divorce = Cerai




Maka marilah kita kita membuka mata dan merenungkannya dengan pikiran yang jernih mengapa perceraian dibenci oleh Allah. Tak lain karena perceraian pada hakikatnya bukanlah solusi untuk mengatasi masalah, melainkan cara untuk melarikan diri dari masalah. Padahal Allah lebih mencintai orang-orang yang tekun dan sabar dalam perjuangannya sebagaimana firman-Nya:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [Q.S. an-Nisaa' 4:19]

Kalaulah surga yang menjadi tujuan kita, seberat apa pun perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan, kita akan tetap berupaya mempertahankan keutuhan pernikahan. Bahkan, pernikahan yang di dalamnya penuh dengan onak dan duri, bila disikapi dengan positif, merupakan “jalan pintas” yang disediakan Allah untuk memperoleh surga-Nya.
 Tidak dapat dipungkiri fakta berkata bahwa banyak sekali orang yang buta akan hukum keluarga khususnya bila ada orang yang mengalami musibah masalah keluarga seperti “perceraian”. Diperkirakan 80% problema hukum keluarga terbesar adalah tentang hukum perceraian. Dan pada kenyataannya di Pengadilan Agama setiap hari menerima setumpuk gugatan perceraian. Luar biasa! Padahal budaya Timur kita seharusnya men-sakral-kan arti sebuah perkawinan, tapi fakta berkata lain. Setiap tahun grafik perkara perceraian terus meningkat dan tentunya makin banyak korban dari akibat perceraian itu sendiri, siapakah korban perceraian? Tidak bukan adalah anak-anaknya mereka sendiri.
Namun, memang perceraian hadir ditengah-tengah kehidupan tanpa diundang dan tidak diinginkan, sama halnya dengan hidup-mati, nasib dan rezeki manusia. . . . . tiada orang yang tau, manusia hanya bisa berusaha tapi Tuhan yang menentukan. Sama halnya dengan 'perceraian' itu sendiri.
Perceraian merupakan suatu proses dimana sebelumnya pasangan tersebut sudah (pasti) berusaha untuk mempertahankannya namun mungkin jalan terbaiknya adalah suatu "perceraian". Oleh sebab itu, situs ini juga memberikan "konsultasi cuma-cuma" untuk mendiskusikan permasalahan rumahtangga guna semata-mata untuk mendamaikan, meng-urungkan niatnya bercerai, bahkan bila memungkinkan kami bersedia dijadikan mediator agar solusi masalah keluarganya terselesaikan, namun keputusan tetap di tangan orang itu sendiri karena dia-lah yang tau apa yang terbaik buat kehidupannya.
Mohon dimengerti bahwa terkadang perceraian harus terjadi untuk meghindari KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), untuk perlindungan anak-anaknya yang masih balita, untuk masa depan anak-anaknya, atau malah untuk mendapatkan keturunan. Bila perceraian harus terjadi oleh alasan-alasan tersebut, bukankah itu suatu keputusan yang "arif-bijaksana".
Oleh sebab itu, ternyata dalam berproses perceraian di pengadilan itu banyak sekali orang-orang tersesa
Cerai yang dalam bahasa ‘Arab di sebut “Ath-tholaaq” itu mengandung arti memutuskan atau meninggalkan. Menurut istilah, cerai adalah melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.
Di dalam Islam, pada prinsipnya perceraian itu di larang, kecuali, kalau ada alasan-alasan obyektif yang menuntut adanya sebuah perceraian antara suami isteri.
Dari Ibn ‘Umar r.a., ia telah menyampaikan, Rasuulullaah SAW telah bersabda : “Perbuatan halal yang paling di benci oleh Allah (Ta’alaa) adalah perceraian”. (Hadits Riwayat Abu Daud).
Mengapa perceraian antara suami isteri itu halal namun di benci oleh Allah SWT ?
Perceraian itu di benci oleh Allah SWT karena perbuatan tersebut dapat di golongkan termasuk ke dalam sikap kufur (tidak bersyukur) terhadap nikmat-nikmat yang telah di berikan oleh Allah SWT. Sebab, di dalam pernikahan itu terdapat beberapa kenikmatan yang telah di berikan oleh Allah SWT ciptakan melalui hukum alam kemanusiaan. Sedangkan, sikap kufur nikmat di dalam Islam itu sangat di larang. Oleh sebab itu, perceraian itu tidak di perbolehkan selain dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat yang amat beragam itu mempengaruhi penerapan hukum perceraian. Sehingga, ada kalanya wajib, haram, nadb, dan ada kalanya pula mubah.

Jenis-jenis penerapan hukum perceraian dapat di lakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

a.     Wajib cerai adalah perceraian yang harus di lakukan oleh seorang suami atas dasar keputusan Hakim terhadap suami isteri yang di landa konflik kronis, sehingga, sukar untuk di rukunkan lagi. Demikian pula, bagi seorang suami yang meng-ila isterinya, dan, telah berlalu waktu tunggu selama 4 bulan, dengan tidak ada tanda-tanda kebaikan.
b.     Haram Cerai adalah perceraian yang di lakukan tanpa alasan apa-apa. Para ‘ulama berpendapat bahwa hukum perbuatan tersebut adalah haram, karena, tindakan seperti itu tidak hanya membawa mudlarat (bahaya) bagi isterinya, tapi juga bagi dirinya dan anak-anaknya.
c.      Nadb (sunnah) Cerai adalah perceraian yang di lakukan oleh suami karena sebab seorang suami melihat bahwa isterinya itu selalu tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, seperti, meninggalkan sholat, puasa, dan kewajiban-kewajiban lainnya, dan tidak mempedulikan berbagai larangan agama, serta, sulit sekali memperbaikinya.
d.     Mubah Cerai yaitu perceraian yang di lakukan oleh seorang suami terhadap isterinya karena sebab akhlaqnya yang tidak baik, pelayanannya tidak harmonis, dan, tindakan-tindakannya tidak terpuji, yang membuat tujuan berumah tangga tidak dapat tercapai.

Bagaimana mengenai hak men-cerai-kan ?

Menurut Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia No.1 tahun 1974, perceraian itu harus di lakukan di depan sidang Pengadilan Agama (Pasal 39 ayat 1), setelah pengadilan itu tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Menurut ketentuan di dalam hukum Islam itu adalah hanya seorang suami yang berhak menceraikan. Walaupun demikian, pengajuan gugatan cerai dapat pula di lakukan oleh seorang isteri terhadap suaminya atau melalui kuasa hukumnya.

Mengapa hak cerai itu hanya ada pada seorang suami ?

Karena, seorang suami yang berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya, memberikan tunjangan pada saat perceraian dan nafkah hidup mantan isterinya selama masa ‘iddah. Selain itu pula, secara alamiah, laki-laki lebih bersikap rasional dari wanita, sehingga seorang suami tidak akan mudah melontarkan kata-kata cerai hanya karena persoalan-persoalan sepele.

Apakah perceraian antara suami isteri itu ada hikmahnya menurut Islam ?
Perceraian mengandung beberapa hikmah, yaitu :

a.     Menghindarkan diri dari kesulitan hidup akibat hubungan yang tidak cocok antara suami dengan isterinya, yang sekiranya di pertahankan terus akan semakin bertambah kesulitannya.
b.     Menghindarkan diri dari perbuatan selingkuh dengan orang lain di luar pasangannya, sebagai akibat dari pernikahan yang tidak kafa-ah (sesuai/cukup/cocok) dan melemahkan gairah seksual.

DAMPAK DARI SEBUAH PERCERAIAN

Bisa negatif dan bisa positif bro.
Negatif, karena pokok gugatan berasal dari ego masing-masing. Biasanya anak yang menjadi korban.
Positif, bila salah satu diantara pasangan tsb melakukan tindakan tidak terpuji atau bahkan melampiaskan kekesalan pada anak. Dengan bercerai akan menyelesaikan masalah. Satu sisi yang mempunyai ego akan terlepas seperti burung terlepas dari sangkar. Sisi lain akan memberikan ketenangan bagi lainnya karena tidak ada rongrongan. Serta bagi anak juga terlepas dari siksaan akibat pelampiasan kekesalan dengan catatan anak mengikuti orang tua yang bertanggung jawab.

Dan bagiku lebih baik bercerai, memang psikologi anak terganggu. Tapi apakah akan menjamin anak lebih dewasa serta tidak meniru perbuatan buruk orangtuanya yang sering bertengkar dihadapannya. Dan ceraipun bisa rujuk lagi. Jadi dengan kata lain, cerai itu akan membuat kedua belah pihak intropeksi diri dan menyadari akan kebutuhan dari sebuah keutuhan keluarga.
Jadi tergantung dari mana menilai arti sebuah perceraian.

Pengaruh Perceraian Pada Anak-anak

Perceraian orang tua dapat memberikan berbagai dampak dan pengaruh pada anak-anak. Dalam beberapa kasus, seorang anak merasa semakin bahagia ketika orang tua tidak tinggal satu rumah lagi karena mereka bosan dengan pertengkaran dan percekcokan yang terus saja terjadi di rumah. Tetapi dalam beberapa kasus, ini dapat menjadi salah satu usaha yang sangat berat bagi seorang anak untuk beradaptasi bila ia memang harus hidup hanya dengan ayah atau ibunya saja.
Walaupun demikian, pengaruh perceraian orang tua juga bergantung pada umur sang anak. Jika perceraian terjadi pada anak yang masih sangat belia, maka secara umum ini akan memberi pengaruh yang sedikit dibandingkan bila sang anak sudah cukup umur untuk memahami arti sebuah perceraian. Bila anak makin besar, maka mereka memiliki kecenderungan untuk melihat, memahami, dan mendengar apa yang sebenarnya terjadi pada orang tua mereka. Seorang anak kadang merasa tidak dapat memilih kemana ia akan mendukung salah satu orang tuanya.
Terkadang, perceraian orang tua juga dapat mempengaruhi anak remaja dan menjadikannya stress karena ia merasa tidak akan mendapat kasih sayang melimpah seperti yang biasa didapatkan saat orangtuanya masih hidup bersama. Bahkan dalam beberapa kasus, adanya perceraian orang tua terkadang membuat anak menyalahkan diri sendiri. Ia mengutuk dirinya karena merasa ia-lah yang menjadi penyebab kenapa orang tua harus berpisah.
Namun, sang anak tidak dapat berbicara pada orang tua atau pun orang lain secara terbuka. Mereka cenderung untuk menyimpan perasaan bersalah di dalam hati. Bila memang orang tua memutuskan untuk bercerai, sebagai orang dewasa setidaknya mereka melakukan beberapa pendekatan yang elegan pada anak dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka akan selalu ada kapan pun sang anak membutuhkan orangtua.

Mendiskusikan rencana perceraian kepada anak-anak dengan duduk bersama menjadi salah satu cara terbaik. Orang tua pun akan mendapat banyak masukan dan keluhan sehingga walaupun akhirnya bercerai, orang tua pun dituntut untuk memberi pengertian bahwa anak-anak bukanlah penyebab terjadinya perceraian. Jelaskan kepada anak-anak betapa kalian akan tetap selalu mencintai dan menyayangi walaupun akhirnya harus tinggal secara terpisah.

Alternatif Pemecahan Problemantika Suami Istri Sebelum Talak

Allah telah mensyariatkan perbaikan antara suami istri dan menempuh cara-cara yang dapat menyatukan kembali mereka dan menghindari akibat buruk perceraian. Di antaranya adalah pemberian nasehat, pisah ranjang dan pukullah yang ringan jika nasehat dan pisah ranjang tidak berhasil, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar".[An-Nisa : 34]

Setelah cara itu, jika tidak berhasil juga, maka masing-masing suami dan istri mengutus hakam (penengah) dari keluarga masing-masing saat terjadi persengketaan antara keduanya. Kedua hakam ini bertugas mencari solusi perdamaian bagi kedua suami istri tersebut, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".[An-Nisa : 35]

Jika cara-cara tadi telah ditempuh namun perdamaian tidak kunjung terjadi, sementara perselisihan terus saja berlanjut, maka Allah mensyariĆ¢€™atkan bagi suami untuk mentalak (istrinya), jika penyebabnya berasal darinya, dan mensyariatkan bagi istri untuk menebus dirinya dengan harta jika suaminya tidak menceraikannya jika sebabnya berasal darinya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya'. [Al-Baqarah : 229]

Karena bercerai dengan cara yang baik adalah lebih baik dari pada terus menerus dalam perselisihan dan persengketaan sehingga tidak tercapainya maksud-maksud pernikahan yang telah ditetapkan syari'at.

Karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karuniaNya. Dan adalah Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Bijaksana". [An-Nisa : 130]

Benarlah apa yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa ketika istri Tsabit bin Qais Al-Anshari Radhiyallahu 'anhu menyatakan tidak bisa melanjutkan rumah tangga dengannya karena tidak mencintainya, dan ia bersedia menyerahkan kembali kebun kepadanya yang dulu dijadikan sebagai mahar pernikahannya, beliau menyuruh Tsabit untuk menceraikannya, maka Tsabit pun melaksanakannya. Demikian sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab shahihnya. Hanya Allahlah pemberi petunjuk. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan atas Nabi kita Muhammad semua keluarga dan para sahabatnya.

[Majalah Ad-Da'wah, edisi 1318, Syaikh Ibnu Baz]


[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Muthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]

Jika semua karena_Nya


Jika Semua karena_Nya,orang baik tetap akan bersikap baik meskipun keadaanya disakiti.
Seorang Dermawan tetaplah dermawan meskipun ia jatuh fakir,seorang pema'af tetaplah pema'aaf walaupun ia di zholimi,seorang pecinta tetaplah pecinta walaupun diabaikan,seorang yg tulus tetaplah tulus walaupun diremehkan.
Karena ia telah memilih sifat-sifat itu sebagai jalan menuju Ridho_Nya,sehingga apapun kondisinya tetap tak akan merubah apapun dari pilihan sikapnya itu.
Bukankah semua yg dilakukan karena_Nya akan abadi?