Allah telah mensyariatkan perbaikan antara suami istri dan
menempuh cara-cara yang dapat menyatukan kembali mereka dan menghindari akibat
buruk perceraian. Di antaranya adalah pemberian nasehat, pisah ranjang dan
pukullah yang ringan jika nasehat dan pisah ranjang tidak berhasil, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar".[An-Nisa : 34]
Setelah cara itu, jika tidak berhasil juga, maka
masing-masing suami dan istri mengutus hakam (penengah) dari keluarga
masing-masing saat terjadi persengketaan antara keduanya. Kedua hakam ini
bertugas mencari solusi perdamaian bagi kedua suami istri tersebut, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan
antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".[An-Nisa : 35]
Jika cara-cara tadi telah ditempuh namun perdamaian tidak
kunjung terjadi, sementara perselisihan terus saja berlanjut, maka Allah
mensyariĆ¢€™atkan bagi suami untuk mentalak (istrinya), jika penyebabnya berasal
darinya, dan mensyariatkan bagi istri untuk menebus dirinya dengan harta jika
suaminya tidak menceraikannya jika sebabnya berasal darinya, berdasarkan firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah
itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri)
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya'. [Al-Baqarah :
229]
Karena bercerai dengan cara yang baik adalah lebih baik dari
pada terus menerus dalam perselisihan dan persengketaan sehingga tidak
tercapainya maksud-maksud pernikahan yang telah ditetapkan syari'at.
Karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Jika keduanya bercerai, maka Allah akan
memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karuniaNya. Dan adalah
Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Bijaksana". [An-Nisa : 130]
Benarlah apa yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwa ketika istri Tsabit bin Qais Al-Anshari Radhiyallahu
'anhu menyatakan tidak bisa melanjutkan rumah tangga dengannya karena tidak
mencintainya, dan ia bersedia menyerahkan kembali kebun kepadanya yang dulu
dijadikan sebagai mahar pernikahannya, beliau menyuruh Tsabit untuk
menceraikannya, maka Tsabit pun melaksanakannya. Demikian sebagaimana
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab shahihnya. Hanya Allahlah pemberi
petunjuk. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan atas Nabi kita Muhammad semua
keluarga dan para sahabatnya.
[Majalah Ad-Da'wah, edisi 1318, Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il
Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy,
Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Muthofa Aini dkk, Penerbit
Darul Haq]
0 komentar:
Posting Komentar