Sabtu, 10 Oktober 2015

Hijab


lovely rose


وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka”. [An Nuur:31]
.
Sebuah ayat yang begitu lekat dalam ingatan kita, tentang kewajiban menutup aurat bagi para muslimah, yaitu dengan berjilbab. Jilbab atau hijab merupakan satu ketentuan yang telah diperintahkan oleh Sang Pembuat Syariat. Sebagai syariat yang memiliki konsekwensi jauh ke depan, menyangkut kebahagiaan dan kemashlahatan hidup di dunia dan akhirat bagi seluruh wanita yang mengaku muslimah.

Jadi, persoalan jilbab bukan hanya persoalan adat ataupun mode fashion Jilbab adalah busana universal yang harus dikenakan oleh wanita yang telah mengikrarkan keimanannya.
Telah menjadi fitrahnya, bahwa wanita mencintai keindahan. Begitupun dalam berbusana muslimah. Banyak diantara saudara-saudara kita sesama muslimah yang memperindah penampilannya dalam berhijab.

Dengan menambahkan bros, renda, macam-macam hiasan hingga model-model busana itu sendiri yang membuat pemakainya tampak anggun dan menarik.
Ada yang tipis namun berlapis-lapis, ada yang bertabur bordir, ada pula yang modelnya sengaja ‘ditarik’ sedemikian rupa hingga membentuk tubuh pemakainya. Tapi, adakah batasan syari’at untuk menghiasi dan memodifikasi hijab hingga menjadi lebih menarik?
Ada baiknya kita mengetahui beberapa syarat-syarat yang wajib dipenuhi ketika kita berhijab, diantaranya adalah:
Pertama : Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikitpun selain yang dikecualikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {59}* لَّئِن لَّمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لاَيُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلاَّ قَلِيلاً
“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. [Al Ahzab : 59].
Kedua : Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal tidak menampakkan warna kulit tubuh.
Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
Hendaknya hijab tersebut bukan dijadikan sebagai perhiasan bahkan harus memiliki satu warna bukan berbagai warna dan motif.
Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut..

من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة ثم ألهب فيه النار.

“Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat kemudian ia dibakar dalam Neraka”. [HR Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan]
Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian. Dasarnya adalah hadits dari Abu Musa Al Asy’ary Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّماَ امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَليَ قَوْمٍ لِيَجِدوُا رِيْحَهَافهي زَانِيَةٌ.
“Siapapun wanita yang mengenakan wewangian lalu melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah wanita pezina”. [HR Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan]
Ketiga : Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian wanita kafir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

“Barangsiapa yang menyerupai kaum maka dia termasuk bagian dari mereka”. [HR Ahmad dan Abu Daud]

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang mengenakan pakaian wanita serta mengutuk wanita yang berpakaian seperti laki-laki.” [HR Abu daud Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih].
Dari syarat-syarat yang disebutkan di atas, tercakup diantaranya, “Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram.”
Lalu bagaimana jika hijab yang kita kenakan berwarna yang menyolok mata atau dihiasi dengan aksesoris-aksesoris yang justru mengundang pandangan orang yang melihatnya? 

Dengan demikian, maka terpenuhikah syarat tidak mengundang perhatian laki-laki tersebut?
Hendaklah kita jujur dengan hati kita masing-masing. Kecuali jika ia memakainya hanya di kalangan sesama wanita saja, tanpa ada laki-laki di dalamnya, maka hal tersebut tidaklah mengapa. Asal tidak terjebak pada tabdzir (pemborosan) dan melalaikan waktu dengan menghiasi pakaian yang kita kenakan.

Kembali kepada tujuan kita berhijab, yaitu untuk menutup apa yang seharusnya ditutup. Jika setelah kita tutup lalu ditonjolkan kembali dengan bentuk lain, apa gunanya kita tutup? Lalu bagaimana dengan jilbab ‘masa kini’ yang serba ketat, membentuk tubuh bahkan tipis dan transparan? Jelas hal tersebut tidak memenuhi syarat di atas.
Kadang mereka, saudara-saudara kita yang belum tahu bagaimana seharusnya berhijab sesuai sunnah, berprinsip:

“Yang penting kan nutup aurat.. “, “Biar pake jilbab tetep modis dong.. kan Allah itu indah dan mencintai keindahan..”, atau bahkan “ah, pake yang gombrong dan gelap gitu, kayak emak-emak aja.. kita kan masih muda..”.

Mereka hanya memahami bahwa berhijab itu YANG PENTING MEMENUHI KEWAJIBAN MENUTUP AURAT. Mau ketat kayak lepet, mau model jilbab ceker (cekik leher), mau model baju biasa yang nggak nutup aurat trus ‘disulap’ jadi baju muslim.. yang penting ketutup.
Ketahuilah saudaraku, esensi hijab atau jilbab tidaklah sesempit itu. Jilbab, bukan hanya sekedar penutup aurat. Di dalamnya terkandung maslahat yang amat banyak. Dan karena itulah Islam mensyari’atkan wanita untuk menjaga iffah dan izzahnya dengan hijab. Terlindungi dari mata-mata nakal (atau setidaknya meminimalisir gangguan), menjaga kesehatan kulit dari debu dan sinar matahari, juga berfungsi sebagai pembeda antara wanita muslimah dan wanita kuffar.

Jilbab itu menutupi aurat, bukan membalut aurat. Jika berjilbab tapi masih ketat disana-sini, ketahuilah.. itu bukanlah jilbab. Waspadalah kita dari kaum yang telah Allah sebutkan akan muncul di akhir zaman, wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang…

“Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum yang terkutuk” [HR. Ahmad 2/223. Menurut Al-Haitsami rijal Ahmad adalah rijal shahih]

Ibnu Abdil Barr berkata: “Yang dimaksud Nabi adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang dapat mensifati(menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya akan tetapi hakekatnya telanjang” (Dikutip oleh Imam As-Suyuti dalam Tanwirul Hawalik 3/103)

Mari kita kembali bercermin dan mengevaluasi diri, sudah sesuai syari’atkah pakaian yang kita kenakan? Terutama bagi saya pribadi, adik-adik saya, anak-anak saya kelak dan juga keluarga saya. Karena Allah berfirman,


“Wahai orang-orang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at Tahriim: 6)

0 komentar:

Posting Komentar