BANYAK di antara kita
yang masih bingung membedakan antara khalwat dan ikhtilat. Khalwat dan ikhtilat
memang ada kemiripan meski sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda. Berikut
penjelasannya.
1. Khalwat
Khalwat itu berasal
dari kata (khalaa- yakhluu-khalwatan) yang maknanya menyepi, menyendiri,
mengasingkan diri bersama dengan seseorang tanpa kersertaan orang lain. Secara
istilah, khalwat sering digunakan untuk hubungan antara dua orang di mana
mereka menyepi dari pengetahuan atau campur tangan pihak lain, kecuali hanya
mereka berdua.
Orang yang berdoa
pada malam hari menitikkan air mata sambil mengadu kepada Allah di saat
orang-orang sedang asyik tidur, juga disebut berkhalwat. Yaitu merasakan
kebersamaan dengan Allah SWT tanpa kesertaan orang lain. Seolah di dunia ini
hanya ada dirinya saja dengan Allah SWT.
Dalam hubungan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan, ketika mereka asyik dengan urusan
mereka berdua saja, atau berbicara hanya empat mata berdua, tanpa menghendaki
ada keikut-sertaan orang lain disebut berkhalwat.
Berkhalwatnya
laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah hal yang diaramkan di dalam
syariat Islam. Dan Rasulullah SAW telah bersabda untuk memastikan keharamannya.
“Jangan
sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada
mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya,”
(HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain).
“Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian
dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya
ialah syaitan,” (Riwayat Ahmad).
Jangan sekali-kali
salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali
bersama mahramnya.
Secara tegas Islam
mengharamkan terjadinya khalwat, yaitu menyepinya dua orang yang berlainan
jenis dan bukan mahram dari penglihatan, pendengaran dan kesertaan orang lain.
Rasulullah SAW telah menyebutkan bahwa bila hal itu terjadi, maka yang ketiga
adalah syetan.
2. Ikhtilat
Sedangkan makna
ikhtilat secara bahasa berasal dari kata ikhtalatha-yakhtalithu-ikhtilathan,
maknanya bercampur dan berbaur. Maksudnya bercampurnya laki-laki dan wanita
dalam suatu aktifitas bersama, tanpa ada batas yang memisahkan antara keduanya.
Berbeda dengan
khlawat yang bersifat menyendiri, ikhtilat terjadi secara kolektif dan bersama.
Di mana orang-orang laki-laki dan wanita dalam jumlah yang lebih dari dua orang
berbaur dalam suatu keadaan tanpa dipisahkan dengan jarak.
Yang dijadikan
titik perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah masalah pemisahan antara
kedua jenis kelamin ini. Sebagian ulama memandang bahwa pemisahan itu harus
dengan dinding, baik yang terbuat dari tembok ataupun dari kain tabir
penghalang yang tidak tembus pandang. Namun sebagian ulama lain mengatakan
bahwa pemisahan cukup dengan posisi dan jarak saja, tanpa harus dengan tabir
penutup.
Mereka yang
mewajibkan harus dipasangnya kain tabir penutup ruangan berangkat dari dalil
baik Al-Quran maupun As-Sunah
a. Dalil Al-Quran:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak, tetapi jika
kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa
asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi lalu Nabi malu kepadamu, dan Allah tidak malu yang benar. Apabila kamu
meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu
menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah
ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah,”
(QS Al-Ahzab: 53).
Ayat tersebut
menyatakan bahwa memasang kain tabir penutup meski perintahnya hanya untuk para
istri nabi, tapi berlaku juga hukumnya untuk semua wanita. Karena pada dasarnya
para wanita harus menjadikan para istri nabi itu menjadi teladan dalam amaliyah
sehari-hari. Sehingga khithab ini tidak hanya berlaku bagi istri-istri nabi
saja tetapi juga semua wanita mukminat.
b. Dalil As-Sunnah
Selain itu juga ada
dalil dari sunnah nabawiyah yang intinya juga mewajibkan wanita dan laki-laki
dipisahkan dengan kain tabir penutup.
Diriwayatkan oleh
Nabhan bekas hamba Ummu Salamah, bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada
Ummu Salamah dan Maimunah yang waktu itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya.
Nabi bersabda, “Pakailah tabir.” Kemudian kedua istri Nabi itu berkata, “Dia (Ibnu
Ummi Maktum) itu buta!” Maka jawab Nabi, “Apakah kalau dia buta, kamu juga
buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?”
Dikutip dari
rumahfiqih.com, sebagian dari masyarakat kita ada yang menerapkan kewajiban
pemakaian kain tabir pemisah antara ruangan laki-laki dan perempuan. Ada yang
berusaha menerapkannya dalam semua aktifitas, namun ada juga yang
sepotong-sepotong. Misalnya, banyak yang bersikeras untuk menerapkannya dalam
pesta walimah (perkawinan), namun di luar itu tidak menerapkan.
Ada juga kalangan
aktifis yang sangat menekankan pemakaian tabir pemisah antara sesama aktifis,
tetapi ketika beinteraksi dengan yang bukan aktifis, mereka tidak menerapkannya
lagi. Seolah memasang tabir pemisah itu hanyawajib di kalangan aktifis dakwah saja,
sedangkan kepada yang bukan aktifis, hukumnya tidak wajib lagi.
Di sisi lain, ada
sebagian ulama yang berkesimpulan bahwa ikhtilat itu bisa dihindari cukup
dengan memberi jarak antara tampat laki-laki dan perempuan, namun tidak wajib
untuk memasang tabir penutup.[]
0 komentar:
Posting Komentar