Wanita telah digariskan menjadi lentera rumah tangga
sekaligus pendidik generasi mendatang. Oleh karena itu, ia harus menjaga
kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi, mulia, dan bertaqwa.
slam mewajibkan seorang wanita untuk dijaga dan dipelihara
dengan sesuatu yang tidak sama dengan kaum laki-laki. Wanita dikhususkan dengan
perintah untuk berhijab (menutup diri dari laki-laki yang bukan mahram). Baik
dengan mengenakan jilbab, maupun dengan betah tinggal di rumah dan tidak keluar
rumah kecuali jika ada keperluan, berbeda dengan batasan hijab yang diwajibkan
bagi laki-laki.
Allah ta‘ala telah menciptakan wanita tidak sama dengan
laki-laki. Baik dalam postur tubuh, susunan anggota badan, maupun kondisi
kejiwaannya. Dengan hikmah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, kedua
jenis ini telah memunculkan perbedaan dalam sebagian hukum-hukum syar‘i, tugas,
serta kewajiban yang sesuai dengan penciptaan dan kodrat masing-masing sehingga
terwujudlah kemaslahatan hamba, kemakmuran alam, dan keteraturan hidup.
Wanita telah digariskan menjadi lentera rumah tangga
sekaligus pendidik generasi mendatang. Oleh karena itu, ia harus menjaga
kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi, mulia, dan bertaqwa. Telah
dimaklumi bahwa seorang wanita yang berhijab sesuai dengan apa yang dimaksudkan
Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan diganggu orang yang dalam hatinya terdapat
keinginan untuk berbuat tidak senonoh, serta akan terhindar dari mata-mata
khianat.
Pengertian Jilbab
Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tentang definisi
jilbab. Ibnu Rajab mengatakan jilbab itu mala-ah (kain yang menutupi seluruh
tubuh dari kepala sampai kaki yang dipakai melapisi baju bagian dalamnya,
seperti jas hujan). Pendapat ini juga dipilih oleh al-Baghawi dalam tafsirnya
dan al-Albani. Ada juga yang berpendapat jilbab itu sama dengan khimar alias
kerudung sebagaimana disebutkan oleh an-Nawawi, Ibnu Hajar, dll. As-Sindi
mengatakan, “Jilbab adalah kain yang digunakan oleh seorang perempuan untuk
menutupi kepala, dada, dan punggung ketika keluar rumah.”
Syarat Jilbab
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh besar
modern dalam bidang hadits, telah melakukan penelitian terhadap ayat-ayat
al-Qur‘an dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta
atsar-atsar para ulama terdahulu mengenai masalah yang penting ini. Beliau
mengatakan bahwa seorang wanita hanya diperbolehkan keluar dari rumahnya
(begitu pun apabila di dalam rumahnya terdapat laki-laki yang bukan mahramnya)
dengan mengenakan jilbab, yaitu berbagai jenis pakaian yang telah memenuhi syarat-syarat
berikut ini:
Syarat pertama: menutupi seluruh tubuh kecuali bagian yang
dikecualikan
Syarat ini tercantum dalam firman Allah ta‘ala, surat
An-Nuur, ayat 31
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ
أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ
أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ
أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ
أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ
الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى
عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ
زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau
putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (Qs An Nuur: 31)
Begitu juga surat Al-Ahzaab, ayat 59,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Para ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi‘in memang
berselisih pendapat mengenai tafsir “… dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya …”
(Qs An-Nuur: 31). Ada yang
berpendapat bahwa perhiasan yang boleh nampak adalah pakaian bagian luar yang
dikenakan wanita karena tidak mungkin disembunyikan, sebagaimana perkataan
al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Sedangkan Ibnu Jarir rahimahullah lebih
memilih wajah dan kedua telapak tangan sebagai perhiasan yang boleh
ditampakkan, karena keduanya bukan termasuk aurat. Al-Albani juga berpendapat
bolehnya seorang wanita menampakkan wajah dan kedua telapak tangan, namun
beliau mengingatkan bahwa pendapat tersebut dibangun dengan syarat pada bagian
wajah dan telapak tangan tidak terdapat perhiasan. Apabila terdapat perhiasan
pada dua bagian tubuh tersebut seperti cincin, make up, dan lain-lain maka
keduanya harus ditutupi, berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala, “… dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya …” (Qs An-Nuur: 31).
Syarat kedua: bukan untuk berhias
Tujuan utama perintah memakai jilbab adalah untuk menutupi
perhiasannya, sebagaimana dalil di atas. Oleh karena itu, jilbab yang dikenakan
seorang wanita tidak boleh diperindah dengan perhiasan sehingga menarik
perhatian dan pandangan kaum laki-laki. Fenomena memperindah pakaian yang
dikenakan seorang muslimah ketika keluar rumah banyak terjadi di tengah
masyarakat, contohnya adalah bordiran warna-warni, payet, pita sulam emas serta
perak yang menyilaukan mata, dan lain sebagainya. Adapun warna pakaian selain
putih dan hitam bukanlah termasuk kategori perhiasan, berdasarkan
riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengenakan jubah berwarna merah.
Syarat ketiga dan keempat:
bahannya tebal, tidak transparan,
dan tidak menampakkan lekuk tubuh
Agar dapat tercapai tujuan tertutupnya aurat, maka jilbab
yang dikenakan harus tebal dan tidak transparan yang dapat memperlihatkan warna
kulit dan rambut. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Khimar adalah sesuatu
yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut.”
Selain tebal, pakaian tersebut juga tidak menggambarkan
lekuk tubuh. Terkadang ada bahan pakaian yang tebal namun sangat halus sehingga
melekat pada tubuh, atau bisa jadi karena ukurannya yang ketat sehingga nampak
lekuk tubuh si pemakai. Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Mengapa engkau tidak mengenakan baju
Qubthiyah yang telah kuberikan?’ ‘Aku memberikannya kepada istriku,’ jawabku.
Maka beliau berpesan, ‘Perintahkanlah istrimu agar memakai pakaian bagian dalam
sebelum mengenakan baju Qubthiyah itu. Aku khawatir baju itu akan menggambarkan
lekuk tubuhnya.’” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, hasan).
Syarat kelima: tidak ditaburi wewangian atau parfum
Kaum wanita dilarang menggunakan wewangian ketika keluar
rumah berdasarkan banyak hadits. Salah satunya adalah hadist Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu: “Seorang wanita melintas di hadapan Abu Hurairah dan aroma
wewangian yang dikenakan wanita tersebut tercium olehnya. Abu Hurairah pun
bertanya, ‘Hai hamba wanita milik Al-Jabbar (Allah ta’ala)! Apakah kamu hendak
ke masjid?’ ‘Benar,’ jawabnya. Abu Hurairah lantas bertanya lagi, ‘Apakah
karena itu kamu memakai parfum?’ wanita tersebut menjawab, ‘Benar.’ Maka Abu
Hurairah berkata, ‘Pulang dan mandilah kamu! Sungguh, aku pernah mendengar
Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah tidak akan menerima
shalat wanita yang keluar menuju masjid sementara bau wangi tercium darinya,
hingga ia kembali ke rumahnya dan mandi.’” (HR. Al-Baihaqi, shahih)
Hadits ini menunjukkan haramnya seorang wanita keluar menuju
masjid dengan memakai wewangian. Lalu bagaimana hukumnya jika wanita tersebut hendak menuju tempat
perbelanjaan, perkantoran atau jalanan umum? Tentu tidak diragukan lagi
keharaman dan dosanya lebih besar walaupun seandainya suaminya mengizinkan.
Syarat keenam: tidak menyerupai pakaian laki-laki
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian
wanita, dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah,
al-Hakim, dan Ahmad, shahih)
Adz-Dzahabi rahimahullah menggolongkan perbuatan menyerupai
lawan jenis (tasyabbuh) termasuk dosa besar, berdasarkan kandungan
hadits-hadits shahih dan ancaman keras yang disebutkan di dalamnya. Tasyabbuh
yang dilarang dalam Islam berdasarkan dalil-dalil meliputi masalah pakaian,
sifat-sifat tertentu, tingkah laku, dan yang semisalnya, bukan dalam hal
perkara-perkara kebaikan. Alasan ditimpakannya laknat bagi pelaku tasyabbuh
menurut Syaikh Abu Muhammad bin Abu Jumrah adalah karena orang tersebut telah
keluar dari tabi’at asli yang Allah ta’ala karuniakan bagi dirinya.
Syarat ketujuh: tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, hasan)
Meniru-niru penampilan lahiriah kaum musyrikin akan
menghantarkan pada kesamaan akhlak dan perbuatan. Terdapat kaitan erat antara
penampilan luar seseorang dengan keimanan yang ada dalam batin, keduanya akan
saling mempengaruhi.
Syarat kedelapan: bukan merupakan pakaian yang mengundang
sensasi di masyarakat (pakaian syuhrah)
Jilbab yang dipakai wanita muslimah tidak boleh mengundang
sensasi atau nyeleneh, sehingga menjadi pusat perhatian orang, baik pakaian
tersebut pakaian yang sangat mewah maupun murahan. Adapun penampilan yang
sesuai dengan syari‘at namun berbeda dengan masyarakat pada umunya maka bukan
termasuk dalam pakaian syuhrah.
“Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka
Allah akan memakaikan pakaian (kehinaan) yang serupa baginya pada hari kiamat,
lalu Allah akan menyulutkan api pada pakaian itu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu
Majah, hasan)
Kedelapan syarat di atas harus terpenuhi seluruhnya untuk
mencapai makna jilbab yang dimaksudkan dalam Islam. Hendaklah kaum mukminah
bersegera melaksanakan apa yang Allah ta’ala perintahkan, salah satunya yaitu
untuk mengenakan jilbab sebagai bentuk ketaatan kepada Allah ta’ala dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukuplah para shahabiyah di zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan bagi kita dalam melaksanakan
perintah Allah ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, “Sungguh wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan. Namun demi Allah, aku
belum pernah menjumpai kaum wanita yang lebih utama, membenarkan kitabullah,
dan lebih kuat keimanannya terhadap apa yang diturunkan Allah daripada wanita
Anshar. Ketika Allah menurunkan surat An-Nuur (ayat 31), ‘Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya,’ para laki-laki Anshar pulang untuk
membacakan ayat tersebut kapada istri, putri, saudarinya, serta para
kerabatnya. Setelah mendengarnya, mereka pun langsung bangkit mengambil kain
tirai rumahnya (lebar dan tebal), lalu menjadikannya kerudung; sebagai bentuk
pembenaran dan keimanan terhadap hukum yang Allah ta’ala turunkan melalui
kitab-Nya.”
Wahai Ukhti, tutupilah aurat mu (aib dan sesuatu yang tidak
layak dilihat orang) dan tentramkanlah hati kalian dari rasa takut.
Wa shallallaahu ‘ala nabiyyina Muhammadin walhamdu lillaahi
Rabbil ‘aalamin.
Referensi:
Menjaga Kehormatan Muslimah [terj. Hiraasah al-Fadhilah],
Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid, Daar an-Naba’.
Artikel “Jilbab atau Khimar”, Aris Munandar,
www.ustadzaris.com
0 komentar:
Posting Komentar