ilustrasi gambar by google |
Dunia tiada artinya kecuali agama, dan tidak ada agama kecuali dengan akhlak yang mulia( Jami’ul ‘Ulum wal Hikam : 399)
Empat
belas abad telah berlalu, ada seorang wanita Yahudi, cantik, cerdas, dan
populer. Di balik keteduhan wajahnya, tersimpan dendam membuncah pada sosok
lelaki tampan. Suami dan orang- orang yang dicintainya telah pergi
meninggalkannya. Shofiyyah binti Huyai begitu bencinya pada manusia termulia di
dunia, Rasulullah shalallaahu’alaihi wa
sallam (Disebutkan dalam HR. Ibnu Hibban, dihasankan oleh Al-Albani).
Namun
percayakah anda hanya dalam waktu singkat, sebuah kebencian menjelma menjadi
benar-benar cinta. Apa rahasianya? Itulah kekuatan hebat akhlak Rasulullah shalallaahu’alaihi wa sallam yang telah
mempesona Shofiyah hingga mengantarkannya pada hidayah Islam, sangat singkron
dengan ungkapan hadits,
أَحْبِبْ حَبِيْبَكَ
هَوْناً
مَا
عَسَى
أَنْ
يَكُونَ
بَغِيْضَكَ
يَوْماً
مَا،
وَأَبْغِضْ
بَغِيْضَكَ
هَوْناً
مَا
عَسَى
أَنْ
يَكُونَ
حَبِيْبَكَ
يَوْمًا
مَا
Artinya,
“Cintailah kekasihmu sewajarnya, karena suatu hari nanti dia bisa menjadi orang
yang kamu benci. Dan bencilah musuhmu sewajarnya, karena suatu hari nanti ia
bisa menjadi sosok yang paling kamu cintai”. (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan
Syaikh Al-Albani).
Rasulullah
shalallaahu’alaihi wa sallam
senantiasa memuliakan orang lain, meski orang tersebut sama sekali bersikap
arogan, tidak simpatik bahkan memusuhi beliau. Namun beliau senantiasa berbuat
baik hingga mereka terpesona akan keluhuran dan kelembutannya sehingga mereka
masuk Islam.
Islam
yang ditampilkan generasi awal telah berhasil membuat takjub penuh keheranan,
sehingga berbondong-bondong mereka menyongsong cahaya Iman. Itulah fenomena
Islam ketika kaum muslimin masih berpegang teguh dan mengamalkan Islam secara
murni. Akhlak mulia ini mampu membuat
Islam berabad-abad menguasai dunia.
Umar
bin Abdul Aziz, adalah salah satu contoh nyata betapa ia tawadhu’ dan mampu
menjadi role mode bagi umatnya dalam kebaikan dan taqwa. Begitu pula kisah
menarik putri Sa’id bin Musayib, yang ia bangga menikahkan anaknya dengan
lelaki duda dan miskin, namun memiliki kemuliaan ilmu dan akhlak.
Suatu
ketika seseorang berbuat kasar dan mencaci maki Imam Abu Hanifah. Beliau tidak
membalas dengan sepatah katapun padanya. Ia pulang ke rumah dan mengumpulkan
beberapa hadiah, lalu pergi mengunjungi orang tersebut. Kemudian Imam Abu
Hanifah memberikan hadiah-hadiah itu kepadanya seraya berkata, “ Kamu telah
berbuat untukku hal sangat aku sukai, yaitu membuat pindahnya catatan perbuatan
baikmu menjadi catatan perbuatan baikku dengan cara berlaku kasar seperti tadi
kepadaku”.
Ada
pula kisah inspiratif di abad ini yaitu seorang wanita yang sangat dibenci
tetangganya. Dia tidak ramah dan sering menyakiti hatinya. Tetapi wanita itu
tetap berbuat baik kepada tetangganya. Dia berusaha terus merebut hatinya,
akhirnya dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla
wanita itu mampu membuat pesona di hati tetangganya dan mereka berdua akhirnya
menjadi akrab dan bersahabat.
Mutiara
Akhlak Nabawi
Akhlak
mulia adalah salah satu sifat-sifat para nabi, rasul, para shadiqin dan
orang-orang shalih. Semua akhlak terpuji dan adab yang indah terhimpun, dalam
diri beliau.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلى
خُلُقٍ
عَظِيمٍ
“ Sesungguhnya kamu berada di atas akhlak yang
mulia”. (Q.S. Al-Qolam: 4).
Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam– pernah ditanya tentang hal apakah yang paling banyak
memasukkan seseorang ke surga? Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda (artinya): “Ketaqwaan kepada Allah dan
akhlaq yang baik.” (HR. At-Tirmidzi dan yang lainnya, di hasankan oleh Syaikh
Al-Albani)
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّمَابُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ
صَالِحَ
الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, Al-Hakim dan
yang lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
“
Sesungguhnya seseorang itu dengan kemuliaan akhlaknya akan dapat mencapai
tingkatan yang berpuasa dan mengerjakan shalat malam”. ( HR. Abu Dawud dan
Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Abani ).
Ali bin Abi Thalib berkata : “Kebagusan akhlak
seseorang tercermin dalam tiga perangai : menjauhi yang haram, mencari yang
halal , dan bersikap lapang terhadap keluarga. ( Al Ihya : 3/57).
Sebuah
Fenomena Tragis
Tak
jauh dari kota Jakarta, suatu ketika mengadakan pemilihan ketua RT. Saat itu
ada 2 calon seorang muslim dan satunya non Islam. Hasil akhirnya sungguh
mengejutkan, ternyata yang menang adalah sosok yang non muslim, padahal
mayoritas penduduknya Islam. Dari berbagai aspek sosok non muslim itu memilki
pesona yang hebat, ia bisa menjadi magnet, figurnya baik hati, suka menolong
ramah sangat peduli pada orang lain dan berbagai kelebihan- kelebihan lainnya
hingga pamornya melejit.
Gencarnya
propaganda dan aksi para missionaris, orientalis dan gerakan kristenisasi tak
terlepas dari bertanam budi. Mereka sepintas terlihat care, powerfull, dan
begitu antusias dalam memperlihatkan perbuatan baiknya, dalam upaya menarik
simpati dan tabur pesona. Tetapi semua itu tak lebih dari musang berbulu domba,
hanya kamuflase, mengecoh dan akhirnya berujung pada kemurtadan. Mereka yang
jelas-jelas menyimpang dari kebenaran saja berupaya tampil beda agar terlihat
wow, terlihat indah, menakjubkan di mata manusia, apalagi seorang mukmin yang
selalu menempuh shirathal mustaqim tentunya harus bisa tampil mempesona dengan
akhlak Islam. Karena menyempurnakan akhlak mulia adalah bagian penting dari
diutusnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Murojaah:
Ustadz Sa’id Abu Ukasyah, Isruwanti Ummu Nashifah
0 komentar:
Posting Komentar