Selasa, 31 Januari 2017

ANTARA DUA DUNIA

ilustarsi gambar by google


Kenangan memang pandai mencari-cari celah dan mengendap masuk ke dalam benak.
Kini ia membawa kamu, yang bahkan telah berlalu dimakan waktu. Kini ia membawa tentang kita, yang tak pernah habis kubebani dengan tanya.
Mengapa harus dengan cara seperti ini perpisahan mengambil alih? Mengapa harus dengan meniadakan pertemuan kita di lain hari?

Lihat, di genggaman tangan ini telah kita tulis cerita yang tak bertepi, yang tak mau tahu caranya mengakhiri diri. Meski kamu sudah tak mampu kusentuh, tetap menujumu hati ini utuh. Masih banyak cita-cita yang belum kita jadikan nyata, lalu haruskah kulupakan semua harapan yang kita bangun bersama?

Kuharap jawabannya tidak, tapi apakah takdir harus kutolak?

Aku terlalu benci udara perpisahan. Inilah yang membuatku sinis pada suatu pertemuan. Hati serasa mati setiap kurasakan berita saat semesta mulai menyeleksi. Dan ketika berita itu menghampiri, nadi serasa ikut tak berdenyut lagi. Kuratapi berita yang mampir tiba-tiba, ada sebuah nama yang tak asing di mata. Nama yang kabarnya telah meninggalkan dunia.

Ya, jelas itu namamu dan jelas aku masih belum mempercayai berita konyol itu. Haruskah giliran kamu yang mereka sembunyikan?
Tamparlah aku agar secepatnya terbangun dari mimpi burukku. Hati belum berhenti mengirimkan setiap perasaan. Masakah kamu sudah mau meninggalkanku tanpa sebuah pesan? Inikah definisi sebuah keadilan?

Kata mereka, memang tidak akan ada persiapan untuk bisa menerima sedihnya perpisahan. Tidak akan ada ucapan selamat tinggal yang begitu indah karena masing-masing kita tidak akan pernah tahu tentang yang akan terjadi kemudian.

Kuharap, dari duniamu yang begitu jauh sana, dapat kaudengar ungkapan cinta walau tanpa kata. Kuharap dari sana, dapat kau tahu bahwa aku membutuhkan sebenarnya.
Dari dunia yang berbeda, kita berbicara lewat doa. Sebab aku yakin, Tuhan tak mungkin salah alamat saat mengirimnya. Dan selalu ada waktu untuk menyalahkan keadaan, namun bukan itu yang seharusnya kulakukan. Harus kucoba mengerti, bahwa ditinggalkan mungkin adalah kesempatan untukku mencintaimu lebih dan lebih lagi. Maka sampai saat ini selalu kukuatkan hati, siapa tahu Tuhan menitipkan makna baik di balik sedihnya ditinggal pergi.

Mungkin kini aku kehilangan, tapi setidaknya Tuhan menyelipkan sebuah kebahagiaan. Satu yang kutahu, perpisahan ini tak menyisakan luka pada akhir perkisahan. Mungkin lebih baik begini tanpa pesan, dan suatu hari di surga kita kembali lagi dipertemukan. Mungkin benar aku kehilangan, tapi ini hanya perasaan sementara manusia yang masih menginjak bumi. Sedangkan kamu, aku percaya sudah bersama para malaikat di surga. Benarkan?

Entahlah, aku hanya butuh kamu di sisi, dekat di mana nadi berdetak. Bukan di bawah tumpukan tanah berhiaskan nisan. Semoga kamu masih bisa mendengar doa-doa yang senantiasa kupanjatkan. Semoga semesta masih mengizinkan untuk kita saling mendekatkan. Semoga aku semakin kuat untuk merelakan.

Di sini ada rindu rajin bertamu, di sana ada kamu yang kudoakan selalu. Bukan hanya sepi yang kutitip pada tangis, tapi juga cinta yang belum bisa terkikis. Aku masih belajar membangun jembatan ikhlas, agar hati ini terhubung di manapun hatimu mampu membalas. Aku masih belajar tutupi sepi, sebab bayangmu masih setia menghantui. Jika memang kita harus dipisah sedemikian jauh, semoga tetap padamu kelak cintaku diizinkan merengkuh.

Sisakan tempat untukku di surga bagian sebelah kananmu.Tunggu aku di situ, jadikan satu-satunya milikmu.


0 komentar:

Posting Komentar