ilustrasi gambar by google |
Seringkali aku bertanya-tanya, mengapa kiranya kenangan
tercipta tak semudah kita menghapusnya?
Kuharap ingatan tentang kita masih tersimpan di dalammu,
entah di lipatan memorimu sebelah mana, aku tak begitu peduli. Sebab di
dalamku, segala tentang kita berputar-putar tanpa henti. seperti lagu
kesukaanku yang liriknya kuhafal jelas, kata demi kata.
Kita pernah seperti cinta dan benci, yang tak pernah bisa
lepas satu sama lain. Kita pernah seakrab kelopak dan air mata, tidak peduli
sedang sedih maupun bahagia. Hari-hari pernah selalu dipenuhi oleh kamu dan aku
sama sekali tak merasa jemu.
Terbiasa akan hadirmu ternyata tak begitu baik untuk hari
depanku. Membuatku selalu ingin berada di masa lalu, ketika hati tak perlu
lelah mencari-cari jalan keluar untuk melupakan siapapun. Bukan salahmu membuat
aku cinta setengah mati, ini salah hati mengapa begitu saja padamu menjatuhkan
diri.
Memang, tak ada hati yang bisa memilih tujuannya. Namun, semua kembali kepada bagaimana kita mencinta. Dan seakan kamu adalah laut yang paling dalam, aku entah mengapa rela menyerahkan diri menjadi penyelam yang tetap saja, pada akhirnya tenggelam.Kepadamu, aku pernah mempertaruhkan harga diri hingga rela bertindak bodoh dan rasa malu sudah tak kuacuhkan lagi. Kepadamu aku pernah dengan pasti menggantungkan perasaan, tapi ternyata kita semata-mata angan. Di antara kita pernah ada rasa yang serupa tergapai, namun nyatanya tak kunjung sampai.
Kupikir, detak jantung kita kala berjumpa saling seirama,
namun ternyata hanya perasaanku saja. Kupikir, akan kepadaku kamu menjatuhkan
cinta, namun ternyata kisah romantis tentang kita tidak akan pernah ada. Ke
manapun kamu menuju, aku menunggu kita untuk saling bertemu, tapi ternyata tujuanmu
bukanlah aku.
Kamu telah membuat aku pesimis tentang harapan. Betapa
karenamu, kurasa aku tak akan mudah lagi percaya pada cinta yang kelak datang.
Hati sudah jatuh terlalu jauh, membawa serta kecewa di saku bajunya. Tanpa
pernah tahu, semestinya ia juga berbekal obat penyembuh luka. Kemudian, aku
merasa benci pada kenyataan yang terjadi; seperti menyalahkan nasibku sendiri
atas ketidakberuntunganku memilikimu.
Lalu sekarang apa?
Selain luka, masa lalu juga ternyata mewariskan berlaksa
kenangan yang sulit untuk kulupa. Di antara sebagian kenangan yang senantiasa
berkeliling itu, ada kamu berdiri tegak di balik segala alasan.
Mengapa setelah semesta tidak merestui kita, ia juga memberikan kenang-kenangan masa lalu yang ke manapun selalu membayangi langkah-langkah kakiku?
Aku seperti masih berdiam di hari-hari lampau, enggan untuk
melangkah, hingga kemudian hampir punah dibalap oleh sang waktu. Aku masih
berharap akan kita, saat jelas-jelas kamu sudah berkata tidak. Seharusnya ini
bukan salah daya pikirku yang selalu ingat. Ini salahku yang enggan untuk lupa.
Dan ketika kini kamu masih senantiasa mengitari benak, kubiarkan hingga
akhirnya waktunya menghapusmu; mutlak
0 komentar:
Posting Komentar