ilustrasi gambar by google |
Kupikir, semesta akan mengetuk perlahan kedua kelopak
mataku, lalu menyadarkan dari mimpi yang ketinggian. Nyatanya, ia mengejutkan
dengan sebuah kenyataan, bahwa kebahagiaanku selama ini sedang menikmati
bahagianya yang tanpa aku.
Kini, seringkali aku bertanya-tanya, adakah hujan di
tempatnya berpijak? Atau di sekeliling terasa seperti musim semi selamanya?
Semisal ada yang menyebut ini cinta, barangkali hatiku
langsung menyetujuinya. Namun akalku, bilang tidak. Sebab akupun tahu, jika
cinta tak baik kurelakan begitu saja.
Ini sudah bukan tentang musim yang terus berganti. Ini
tentang hati, yang bersikeras masih menanti—meski tak ada yang pasti.
Tanda tanya besar mengganggu dalam benak, sibuk mempertanyakan
nyata atau tidak.Di satu sisi aku merelakan bahagiamu, namun di sisi lain
bertanya-tanya mengapa bukan denganku. Di satu sisi aku enggan untuk lebih lama
menunggu, di sisi lain barangkali masih ada harapan untuk kita bersatu.
Ternyata tak semudah itu menjadi rela, meski untuk melihatmu bahagia.
Semakin aku merasa ini tak adil, semakin pedih terasa di hati. Percuma terus begini. Toh aku di sini, kamu dengannya, kita tak mungkin bersama. Baiknya kupadamkan saja segala bara yang masih menyebut namamu tanpa jeda, agar luka ini tak kubiarkan terus menganga. Baiknya memang kita tak lagi saling menyapa, sebab sepatah kata darimu mampu memanggil jutaan debar di dadaku.
Seperti tahu betul kelemahanku, semesta selalu menghadirkan
kamu. Atau mungkin aku yang diam-diam mengantarkan kenangan tentangmu, hingga
pada titik yang terdekat. Berbagai macam hal yang semesta suguhkan, mengapa
kamulah garis akhir dari segala ingatan?
Rasanya aneh, ketika ingin pergi dari hati yang tak pernah
dihuni. Barangkali sama seperti melepas yang tak ada dalam genggaman. Rasanya
aneh, ketika harus merelakan hati yang tak pernah dimiliki. Barangkali serupa
meninggalkan tempat yang belum sempat kujejaki. Rasanya aneh, ketika harus
terluka sebab sesuatu yang kuanggap cinta, padahal kamu tak pernah menganggap
itu ada. Barangkali serupa menangis tersedu, namun tanpa air mata.
****
0 komentar:
Posting Komentar