Hari ini tak ada yang berbeda, semua masih serba serupa. Aku
yang masih mengingat dan menginginkan kita, serta kamu yang masih jauh di mata,
namun hatiku belum sanggup mengakhiri semua cerita.
Jika boleh aku ingin meminta, sisakan untukku cintamu itu.
jangan percuma kamu berikan pada mereka yang tak lebih menginginkannya dari
aku. Jika boleh berjanji untuk waktu yang nantinya akan kita lewati, aku hanya
bisa memegang satu janji. Takkan kusia-siakan cintamu, kan kulipat gandakan
menjadi sekumpulan rasa pemberi kebahagiaan.
ilustrasi gambar by google |
Tapi, sayangnya apa yang kulihat sampai hari ini belum
pasti. Inginku masih berupa angan, kamu yang menentukan. Seandainya saja ada
beberapa kenangan menyedihkan yang dapat sekejap saja kulupakan. Seandainya
saja ada beberapa tangisan yang masih bisa kutahan. Seandainya saja ada
perasaan yang bisa kuubah untuk tak lagi mengharap balasan. Karena hati yang
selama ini masih kutuju, entah kali ini sedang mengharapkan siapa, entah kali
ini sedang memikirkan apa.
Bukan tak pernah aku ingin membuka pintu pada hati yang lain, namun percuma jika kuncinya masih padamu kutitipkan. Bisakah kamu, untuk sekali saja, ajarkan aku caranya melarikan diri dari kenangan? Agar aku paham bahwa kenangan memang hanya boleh dianggap sebagai kenang-kenangan dari masa lalu. Agar aku paham bahwa tak baik mengharapkan untuk terus bersamamu seperti dulu.
Bukannya aku tak pernah mengindar, tapi kamu selalu tiba dan
menahanku untuk keluar. Kadang aku heran dengan teka-teki yang Tuhan berikan.
Jika memang ujungnya kita tak bersama, mengapa Tuhan masih memberikan temu yang
bernyawa membangitkan angan-angan untuk bersatu? Hati sudah terlalu sakit
diberikan resep-resep palsu untuk berhenti mencintaimu. Entah siapa yang bisa
mengajariku mengentikan rasa itu.
Adakah yang sanggup mengajariku, bagaimana caranya agar tak selalu menyalahkan? Karena menjadi benar pun tak selalu bisa mengubah keadaan.
Kisah kita yang telah lalu mungkin bukan untuk dilupakan,
karena sudah berkali-kali kuusahakan. Di benak ini, sudah ada tempat khusus
untuknya agar selalu menjadi kenangan terindah. Untuk seterusnya, semoga
kedekatan kita tak begitu berubah. Yang aku ingin hanya bisa mengikhlaskan,
jika melupakan begitu mustahil dilakukan. Yang aku harap hanya bahagia yang
kembali nyata, meski harus dilalui tanpa sebuah ‘kita’. Harus kamu pahami bahwa
mencintamu dari jarak sejauh ini, aku tak pernah sekalipun menyesali. Sebab
dalam cinta, aku memang pandai memberi. Namun untuk menerima kenyataan, aku
harus banyak belajar lagi.
Terkadang aku tersentak dengan berbagai kecewaan dari secuil
apa yang kau lakukan. Kamu tak pernah tahu bukan? Dan aku tak ingin
menyalahkanmu atas ketidaktahuanmu. Karena beginilah kita, selalu diisi oleh
tanpa yang melahirkan hampa. Beginilah kita, mungkin lebih baik berpecah jadi
dua yang tak saling mengusik. Aku benci dengan segala fakta-fakta itu. Fakta
bahwa bukan aku sosok yang nantinya akan melengkapimu. Tapi mana bisa aku
memanjati dan berlari dari kenyataan yang sudah dihidangi? Aku harus menerima
bahagia yang dikirimi sesuai porsi, meski pindah ke lain hati adalah salah satu
hal yang sulit terbayangi oleh diri.
Sekarang aku mengerti, bahwa kita yang dulu kini telah berubah. Walau masih belum mampu aku untuk tak mengenang segala kisah yang telah berlalu dengan indah. Entah di mana kamu temukan rumahmu, aku masih saja menunggu bersama khayalan semu. Aku masih saja berharap, bahwa suatu hari nanti kita akan bersama lagi. Aku masih saja ingin, menjadi kita yang sudahlah tidak mungkin. Aku masih saja menanti, padahal segala mimpi-mimpi hanyalah akan menjadi mimpi.
Mungkin memang pada akhirnya harus begini. Kita
dipertemukan, diberi kesempatan saling membuat sebanyak mungkin kenangan, lalu
dipisahkan. Dipisahkan untuk dipertemukan Tuhan dengan yang lebih baik lagi.
Sungguh, Aku lelah berandai-andai, maka semoga ini terakhir kalinya aku
mengingat kita dengan pahit. Semoga esok aku mampu mulai menulis lagu untuk
masa depanku sendiri, bait demi bait.
Aku hanya ingin menjadi yang mengingatmu tanpa ada kesal,
tanpa ada sesal, yang ada hanya rasa syukur yang menebal. Aku hanya ingin
menjadi yang pernah mencicipi rasanya mencintai tanpa harus dapat kembali. Aku
hanya ingin menjadi satu-satunya laki-laki yang masih bisa bersyukur tanpa
mengukur-ukur apa yang seharusnya kau berikan secara teratur.
Setidaknya kau bisa merasa, mana yang seharusnya kau
perjuangkan. Aku yang mencintaimu tanpa mengharap imbalan atau sesosok lain
yang selalu menyumbang kepahitan.
Terima kasih karena kamu sudah mengajariku bertahan dari rasa-rasa pahitnya cinta. Setidaknya dulu aku tak sedewasa ini.
Maju itu sulit, ketika pikiranmu memaksa sebelah kakimu
untuk melangkah, namun hatimu memaksa sebelahnya lagi untuk diam di tempat. tak
akan selesai, mustahil ada ujungnya.