Selesai...
Satu kata yang kukira
adalah akhir dari segala kita. Satu kata yang nyatanya memberi bukti bahwa
masih ada yang mustahil usai; namanya kenangan.
Kenangan ialah sisa-sisa ingatan yang mengakar hingga dada, masih menganggap kamu di sana. Kenangan ialah samar-samar harum tubuhmu diembus udara, masih mengira kamu tak ke mana-mana. Kenangan ialah yang menyiksa aku; yang meminta aku terus menengok ke arah yang semula ada kamu. Kenangan begitu nakal. Ia mematenkan kaki-kakinya untuk berdiam di ingatanku kekal.
Mungkin ini sebuah
hukuman dari kenangan. Karena dulu, air mata yang terjatuh dari pipimu selalu
disebabkan oleh aku. Karena dulu, tawamu yang menyuarakan nada-nada bahagia
sempat tertahan oleh keegoisanku. Karena dulu, kesalahan terfatalku adalah
membiarkanmu berlalu. Hilang di makan waktu mencintai pria baru. Itu salahku,
dan mungkin karma jadi makananku.
Sepayah itulah aku tak
bisa menjaga ‘kita’. Sekuat itu pun juga kamu telah berusaha. Sampai hentakkan
semesta menyadarkan bahwa kita tak bisa lagi seperti semula.
Terpejam mataku
meninabobokan kesedihan, sementara menghindarkan aku dari kesesakkan. Namun
nyatanya kedua mata yang terbuka di esok hari, menyadarkan bahwa kamu tidak
lagi di sisi. Tinggi hati, kuhalangi air mata yang ingin mengalir melewati
pipi. Meski secara sembunyi-sembunyi, baru aku berani mengakui bahwa aku masih
mengharapkan kita untuk kembali.
Salahku, mengapa dulu tidak piawai dalam menggenggam. Salahku, mengapa dulu memilih untuk diam. Salahku, mengapa dulu seakan melepasmu pergi.
Sesal memang sesak. Yang
tersisa hanya letup-letup kecewa namun tak mungkin membawaku ke pelukanmu yang
semula.
Sebelum aku benar-benar
selesai menghitung langkah mundur dan mulai berjalan ke hadapan, kuingin lihat
senyummu untuk terakhir kali. Senyum yang tercipta karena aku, bukan karena
lelaki yang kini di sampingmu. Bolehkah?
Semoga keputusanku untuk
memutar arah dan melanjutkan langkah tak akan berubah. Meski di masa depan aku
tak tahu akan terjadi apa, kuharap kamu sudah kurelakan sepenuhnya. Kuharap kelak
aku hanya akan mengingatmu sebagai yang indah-indah saja.
Kamu masih tetap cantik.
Kenangan tentangmu pun akan kujaga pada lemari memori, tertata antik. Kadang
memang masih terasa sakit saat kedua telinga tak sengaja diperijinkan mendengar
cerita tentangmu yang kini telah berdua. Tapi kuharap, sesal itu tak seperti
rel yang mengiringi kemanapun roda-rodaku pergi. Aku ingin memindahkan perasaan
ini pelan-pelan. Ke perempuan yang tepat tentunya.
Melalui kamu, aku tahu cara menjaga hati. Melalu kamu aku pun tahu bagaimana rasanya sebuah ‘penyesalan’. Jika telah datang nanti perempuan istimewaku, takkan kulakukan pengulangan perlakuan.
Kini langkah kaki dan
logika sepemikiran ingin melaju ke depan. Sementara kamu, tetap indahlah dalam
kenangan. Sebagai sesuatu yang selama ini sudah banyak memberikan pelajaran.
Sedangkan aku, mencoba memulai kembali dari sepanjang perjalanan yang sudah
terlewati.
Di penghujung jalan
nanti, semoga tidak akan ada kesalahan kedua. Semoga tidak akan kuakhiri lagi
segala usaha dan air mata dengan begitu sia-sia. Semoga tidak akan ada lagi
senyuman manis yang menjadi korban. Sebab satu penyesalan lamban untuk lenyap,
sedangkan seribu pengalaman tak akan juga cukup.
0 komentar:
Posting Komentar