BARU saja kemarin, umat Muslim kembali menyambut tahun baru
Hijriyyah. Di beberapa daerah, ada yang merayakannya dengan pawai obor,
menyemarakkan dengan lomba-lomba keislaman, tabligh akbar, shalawatan dan masih
banyak lainnya. Perayaan dan penyambutan yang dilakukan oleh sebagian orang tak
lain hanya ingin menunjukkan rasa syukurnya karena masih dapat bertemu dengan 1
Muharram (Tahun Baru Islam).
Sejatinya, apa yang dilakukan sebagian orang memang tidak
salah. Namun, alangkah lebih baik kita menjadikan momentum ini untuk mengingat
bagaimana peristiwa hijrahnya Rasulullah dan Kaum Muhajjirin.
Hijrah Tak Sekadar
Pindah
Saat ini, sebagian umat Islam ketika mendengar kata hijrah
atau peristiwa hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, menganggapnya sebagai
suatu perpindahan biasa, layaknya migrasi penduduk dengan segala kerepotannya.
Padahal, tidak semudah itu. Hijrahnya Rasulullah merupakan perjuangan yang
besar.
Hijrah bukanlah melarikan diri. Hijrah adalah persiapan
membekali diri untuk akhirat. Karena itulah, Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Hajj: 58-59)
Hijrahnya Rasulullah saat itu sebenarnya memberikan banyak
pelajaran untuk kita selaku umat Islam, di antaranya:
1. Rasulullah mencontohkan bahwa apabila jika suatu tempat
masih belum kondusif untuk disampaikan Islam, padahal sudah bertahun-tahun
lamanya disyiarkan Islam kita diperbolehkan untuk sementara pindah ke tempat
yang sudah lebih kondusif, mengingat jumlah umat Islam di Madinah saat itu
sudah cukup banyak. Karena berpindahnya Rasulullah saat itu tidak serta merta
karena Rasulullah sudah lelah dalam mendakwahi Mekkah, namun karena inilah
perintah dari Allah.
2. Persaudaraan yang terbangun atas dasar aqidah merupakan
persaudaraan yang sangat indah. Ini dibuktikan oleh kaum Anshar dan kaum
Muhajjirin dimana kaum Anshar tak sungkan menganggap kaum Muhajjirin seperti
keluarganya sendiri.
3. Hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah merupakan
titik puncak perjuangan dakwahnya. Dimana, saat itu Rasulullah akhirnya mampu
mendirikan Daulah Islam dengan izin Allah. Ini membuktikan bahwa, keberadaan
Daulah Islam adalah suatu hal yang harus diperjuangkan.
Lalu, yang menjadi pertanyaannya bagaimana dengan keadaan
umat Islam saat ini? Bagaimana estafet perjuangan umat Islam saat ini?
Bagaimana kesejahteraan, persaudaraan dan kemakmuran umat Islam saat ini?
Umat Islam saat ini, sedang berada dalam keterpurukan.
Pemimpin-pemimpinnya sedang sibuk berebut jabatan. Pemudanya ikut terbuai
dengan virus-virus sekuler. Umat Islam tertindas. Umat Islam dihinakan.
Pembantaian tak henti-henti dilakukan. Namun, rupanya rasa persaudaraan antar
umat Islam sudah mulai berkurang.
Saat kaum Muslim di Palestina, Suriah, Irak mendapatkan
banyak siksaan, kaum Muslim di belahan dunia lain seolah tidak peduli. Tidakkah
kita semua malu dengan perjuangan Rasulullah dan para sahabat dulu? Mereka
bersimpuh darah untuk menegakkan kalimat-Nya. Namun, kini kita membiarkan kaum
musyrik menghancurkan dan berusaha memusnahkah saudara-saudara kita.
Oleh karena itu, sudah tidak banyak waktu lagi untuk kita
berleha-leha. Sudah saatnya kita memperkokoh barisan memperjuangkan agama Islam,
mendakwahkannya dan menjemput kemenangan yang sudah dijanjikan-Nya.
Wallahu’alam bi shawab.
0 komentar:
Posting Komentar