Sosok istri selalu
diidentikkan dengan sifat manja-nya. Ketika menyebut kata istri akan terlintas
bahwa ia makhluk yang tidak bisa dipisahkan dari karakternya yang manja.
Sebenarnya manja bukanlah sesuatu yang patut untuk
dipermasalahkan sebab Allah Swt menciptakan makhluknya, laki-laki dan perempuan
dengan sifat alamiahnya masing-masing. Ketika ada istri yang tidak ada
kepribadian manja pada dirinya justru hal itu perlu dipertanyakan.
Tabiat manja yang dimiliki istri merupakan suatu anugerah
yang Allah Swt karuniakan kepada kaum istri sebagai penyeimbang sifat lembut
dan sifat penyayangnya. Sebab perempuan adalah (calon) ibu yang kelak akan
menjadi sosok pelindung yang mengayomi anak-anaknya.
Sifat manja pada diri istri adalah hal yang sangat dominan
akan tetapi meski begitu istri tidak baik jika memiliki sifat manja yang
terlalu berlebihan. Perilaku manja pada tiap-tiap istri pasti tidaklah sama.
Seorang istri sudah selayaknya bersikap manja kepada
suaminya tapi tidak perlu di atas batas kewajaran. Sebab, sikap manjanya istri
yang berlebihan justru akan menyusahkan suaminya. Misalnya saking terlalu
manjanya untuk memperbaiki paku jam dinding yang lepas musti nungguin suami
pulang kerja, bisa bawa motor sendiri tapi maunya kemana-mana dianterin sama
suami, jemur pakaian harus nunggu bantuan suaminya dan sebagainya.
Untuk perempuan yang belum menikah pun juga begitu harus
bisa menempatkan sifat manja pada orang yang tepat, misalnya bersikap manja
pada orang tuanya, pada saudaranya dengan porsi yang sepantasnya dan tidak
boleh berlebihan, sekedar manja dalam batas kasih sayang antara keluarga. Bukan
segalanya minta dilayani,menyuruh seenaknya dan lain sebagainya.
Aisyah RA juga biasa bermanja-manja dengan Rasulullah SAW.
Itu artinya bersikap manja tidak dilarang dalam Islam. Selama ada batasnya dan
memberi makna memperkuat jalinan kasih sayang yang sudah terbina.
0 komentar:
Posting Komentar