ilustrasi gambar by google |
R a s a...empat huruf
yang biasa-biasa saja namun bisa mematahkan logika. Hati tidak pernah memilih
kepada siapa ia diambilalih, yang aku tahu aku jatuh cinta pada pandangan
pertama hingga seterusnya. Pada sebuah keramaian dan kamu menjadi pusat
perhatian sedang aku hanya duduk di pojokkan, menyaksikanmu dari belakang.
Siapa sangka
kamu kamu yang seperti lampu pada saat setelah turun hujan yang memanggil laron
untuk menari di dekatnya malah menghampiriku, orang yang menyatu dalam
bayang-bayang gelap keramaian. Kita pecah dalam perbincangan tentang banyak hal
hingga kembali utuh dalam kata kenyamanan. Segalanya aku lakukan dengan
beberapa kali melakukan penolakan terhadap hatiku sendiri, kamu telah
bersamanya dan seharusnya aku tahu diri. Tapi kenyataannya hanya dengan tatapan
tenang luar biasa pertahananku runtuh seketika.
Bukan salah
hati, jika sedikit cinta mampu mengundang rindu setengah mati. Bukan pula salah
hati, jika sedikit cinta kelak menjadi alasan ada rasa yang tersakiti.
Nyatanya, cinta memang Tuhan ciptakan dengan mata yang buta arah. Bisa menuju
siapapun, bisa terjatuh di manapun.
Sebenarnya
aku sudah lelah menjatuhkan cinta pada hati yang salah. Aku juga ingin rasaku
berbalas, bukan terus menerus berbatas. Harus meminta seperti apa lagi, agar
hatiku yang masih kutitipkan padamu, bersedia pulang kembali? Karena setiap
kubiarkan perasaan-perasaan ini tinggal, aku takut lukaku semakin kekal.
Padahal bukannya tak kucoba mendayung perahu gerakku keluar dari zona segitigamu, tapi setiap gerikmu merangkul rasaku untuk tetap disitu. Posisiku selalu serba salah. Di sisi diri, aku tak ingin kau dirangkul oleh orang yang salah. Karena hati ini bisa membahagiakanmu dengan berlipat kali dari yang ia beri. Tapi disisi hati, aku akan menjadi sangat salah jika berulah dengan merebutmu dari dia yang mencintaimu amat parah. Tak mungkin menumpukkan luka dengan sesuka demi kebahagiaanku semata. Pada akhirnya, aku akan meminum racun air mataku sendiri karena tak berdaya meraih kamu berada disisi.
Sewujud
cinta tak pernah tahu dengan pasti di mana ia semestinya berada. Karena
bukankah ia tumbuh begitu saja? Ini bukan pilihannya jika kemudian ia berada di
antara sepasang yang sedang sebenar-benarnya merindukan rasanya pulang. Ini di
luar kemampuannya, jika ia justru menjadi sosok ketiga. Sepasang mata yang
tanpa henti ia tatap, mungkin karena di situlah ia merasa sudah menemukan
jawab. Hingga kemudian kenyataan menjadikannya lenyap. Ke manakah ia harus
melangkah? Ketika untuk menetap ialah tidak mungkin, pun untuk meninggalkan
hanyalah sebuah langkah yang begitu berat.
Saat seperti ini aku ahli mencari siapa yang salah, kali ini waktu jadi korbannya. Jika saja ia mempertemukan kita lebih dulu sebelum ada janji yang mempersatu atau setidaknya andai aku tahu ada hati yang mendoakannya selalu sebelum cinta ini menjadi terlalu. Jika kebahagiaan harus diciptakan maka bersamamu adalah ketidakmungkinan.
Begitu
banyak pertanyaan terjun bebas ke kepalaku tanpa jawaban yang sejatinya aku
tidak tahu. Yang aku tahu aku mencintaimu, tapi akan rumit dalam realita.
Setiap hari aku harus menenangkan rindu yang berteriak mencari dimana tuannya,
karena senyatanya dia tidak diaku siapa-siapa. Kamu bersamanya sejak kemarin
hingga hari ini, sedang aku selalu menjadi sendal jepit yang meski nyaman namun
tak akan pernah digunakan dalam acara-acara peringatan.
Kamu tahu
aku ada, kamu mencariku saat bertengkar dengannya lalu aku dengan mati-matian
harus menahan diri bahwa orang yang aku cintai sedang bercerita banyak tentang
orang yang dia cintai. Lagi-lagi aku tidak berdaya, aku menurunkan kasta, jika
mencintaimu sulit, maka ijinkan aku ada di saat kau sulit.
Setoples air mata telah kutampung dengan percuma, sebab tak akan memberi pengaruh apa-apa bagi hatimu yang hanya untuknya. Sepenggal harapan hati hanya ingin istirahat menanti, setelah berjuta hari menunggumu di sini. Mencintamu itu bukan penyesalan, namun nyatanya tak ada cinta yang tak ingin diberi balasan.
Yang kuingin
kebahagiaan, seperti kala sepasang mataku menyaksikan kalian berduaan. Yang
kuingin kepastian, tentang tarik menarik asa dan rasa yang seperti tak ada
ujungnya. Yang kuingin cinta yang sederhana; cukup sederhana hingga aku tak
perlu meminta apa-apa untuk dapat merasa bahagia, hingga aku tak perlu merasa
kecewa sebab keinginan tak sejalan dengan kenyataan, hingga aku tahu rasanya
dicinta tanpa perlu mengiba.
Biarkan perasaan ini perlahan mengikuti aliran tanpa terlihat sebagai kesalahan, karena menurutku ini bagian dari pelajaran dalam perjalanan. Pada siapapun ia takkan mungkin menurut, sampai waktu yang tepat membiarkan ia menyurut. Meski hati begitu mengingini, tapi aku tahu batas-batas yang tak bisa dipanjati. Entah siapa yang akan menggesermu dari segala ketetapan-ketetapan perasaan, tapi aku hanya bisa menyerahkannya pada Tuhan.
Aku sedang
menunggu saat yang tepat untuk keluar dari segitigamu, lalu silahkan buatlah
garis lurus agar dua sudut bersatu. Ya garis penemu untuk dia dan kamu.
Bahagialah dengan kebahagiaanmu yang serba tanpa aku. Tersenyumlah selalu meski
senyumanmu lahir di balik tangisanku..
**
0 komentar:
Posting Komentar